Jumat, 25 April 2008

Komuni suci?


Komuni yang dulu begitu disucikan, karena menyambut "Tubuh dan Darah" Kristus itu begitu bermakna, kini menjadi adegan "biasa" yang cenderung tanpa rasa hormat yang khusyuk.

Saksikan Pelecehan Sakramental




Di beberapa foto ini kita saksikan betapa "sudah parah" kerusakan liturgi pasca konsili Vatikan II yang disebut "novus ordo". Ada imam yang gunakan gelas anggur untuk makan ketika mengkonsekrasikan Darah Kristus! Dan lihat juga, para pelawak dan artis panggung naik ke panti imam, dengan imam menjelang pembacaan Injil mengenakan stola yang membuatnya cocok jadi badut juga!



Kamis, 24 April 2008

Musik Liturgi




Gereja Katolik pasca Konsili Vatikan II memang rentan/ rapuh menghadapi serangan arus modernisme, arus yang mati-matian ditentang oleh almarhum St. Paus Pius X. Musik liturgi adalah bagian dari kehidupan Gereja yang paling mudah diserbu unsur-unsur modernisme yang merusak. Kerusakannya demikian parah, sehingga menimbulkan pendangkalan spiritual.




Paus Benedictus XVI nampaknya bertindak untuk segera me "Restorasi" musik liturgi, setelah beliau dengan tegas memulai restorasi liturgi secara menyeluruh.


Berikut berita penting yang mesti disebar-luaskan:




The Daily Telegraph reports, "The Pope is considering a dramatic overhaul of the Vatican in order to force a return to traditional sacred music."
Here's the story: Pope to purge the Vatican of modern music
Here's an extended quote:
After reintroducing the Latin Tridentine Mass, the Pope wants to widen the use of Gregorian chant and baroque sacred music. In an address to the bishops and priests of St Peter's Basilica, he said that there needed to be "continuity with tradition" in their prayers and music.
He referred pointedly to "the time of St Gregory the Great", the pope who gave his name to Gregorian chant. Gregorian chant has been reinstituted as the primary form of singing by the new choir director of St Peter's, Father Pierre Paul.He has also broken with the tradition set up by John Paul II of having a rotating choir, drawn from churches all over the world, to sing Mass in St Peter's.
The Pope has recently replaced the director of pontifical liturgical celebrations, Archbishop Piero Marini, with a man closer to his heart, Mgr Guido Marini. It is now thought he may replace the head of the Sistine Chapel choir, Giuseppe Liberto.
The International Church Music Review recently criticised the choir, saying: "The singers wanted to overshout each other, they were frequently out of tune, the sound uneven, the conducting without any artistic power, the organ and organ playing like in a second-rank country parish church."
Mgr Valentin Miserachs Grau, the director of the Pontifical Institute of Sacred Music, which trains church musicians, said that there had been serious "deviations" in the performance of sacred music. "How far we are from the true spirit of sacred music. How can we stand it that such a wave of inconsistent, arrogant and ridiculous profanities have so easily gained a stamp of approval in our celebrations?" he said. He added that a pontifical office could correct the abuses, and would be "opportune". He said: "Due to general ignorance, especially in sectors of the clergy, there exists music which is devoid of sanctity, true art and universality."
Mgr Grau said that Gregorian chant was the "cardinal point" of liturgical music and that traditional music "should become again the living soul of the assembly". The Pope favoured the idea of a watchdog for church music when he was the cardinal in charge of safeguarding Catholic doctrine


Selasa, 22 April 2008

Para Kardinal




Kardinal dari kata latin "Cardo" yang artinya KUNCI, adalah tokoh-tokoh kunci Gereja. Mereka adalah pangeran-pangeran Gereja (yang di antaranya akan menjadi ahli waris kunci & tahta St. Petrus), mereka juga penasihat-penasihat Bapa Suci. Mereka menjadi kepala-kepala lembaga-lembaga tertinggi Gereja di lingkungan tahta suci. Mereka tersebar di berbagai penjuru dunia menduduki tahta-tahta Batrik atau Uskup Agung.


Kardinal dengan segala martabatnya mengharuskan mereka dihormati pula dengan sepantasnya dan mengenakan lambang-lambang termasuk pakaian yang sesuai dengan kedudukan mereka. Bahkan ketika wafat, seorang kardinal mendapatkan penghormatan tinggi sesuai martabat mereka.

Gereja yang tertib spiritual




Para biarawati dengan jubah biara yang "pantas", yang memang menampilkan wujud nyata dari kaul-kaul ketaatan, kesucian, dan kemiskinan.
Hidup spiritual mereka hayati sepenuhnya, dan "tidak menoleh" untuk melihat dan menikmati "dunia". Bandingkan para biarawati dan biarawan masa kini, yang mengganti rosario dan kitab brevir di tangannya dengan handphone untuk "gaul".
Doa yang rutin dan disiplin dan adorasi (penyembahan) adalah keseharian mereka, "dunia" dengan segala fasilitas dan gemerlapnya adalah pantangan dan silih mereka.
Maka terasa mengada-ada bila biarawan/ biarawati masa kini memutuskan memakai pakaian awam dengan alasan supaya "dapat berbaur" dengan umat yang dilayani. Mereka sering bukan berbaur, tetapi "menghilang" dan ikut arus kedosaan umat.


Minggu, 20 April 2008

Kanonisasi Paus Pius X
















Ritual Tridentine mencapai puncak keindahannya pada upacara-upacara kanonisasi (penggelaran Santo). Beberapa foto berikut diambil dari upacara yang dilakukan Paus Pius XII ketika meng kanonisasi pendahulunya Paus Pius X. Dalam keindahan dan keagungan yang mengesankan, umat sungguh dibawa ke ketinggian Ilahi.




Nampak Paus Pius XII ditandu di sedia gestatoria ketika memasuki Piazza St. Pietro. Juga nampak ketika beliau bertahta, didampingi di kiri-kanan oleh kardinal-kardinal diakon. Lihatlah posisi tangannya ketika beliau memberikan berkatnya.





Konklaf






















Konklaf adalah sidang para kardinal, khusus untuk memilih paus baru. Setelah berakhirnya "Novendiali" untuk almarhum Paus Yoannes Paulus II, para kardinal elektor (yang punya hak pilih), memasuki Kapela Sistina untuk konklaf. Mereka "dipenjara" di lingkungan istana kepausan, dan bersumpah untuk manjaga kerahasiaan pemilihan.






Pemungutan suara dalam bimbingan ROH KUDUS dilakukan 2 kali pagi hari dan 2 kali sore hari. Di antara waktu itu, para kardinal berdoa memohon pimpinan Roh Kudus.






Jangan Takut!


Yoannes Paulus II selalu menekankan kata-kata Yesus ini "Jangan Takut!", dalam iman akan Yesus Kristus kita tak perlu takut atau kuatir. Hidupnya, perjuangannya, dan masa jabatannya sebagai paus, diisi dengan konsistensi akan iman yang teguh terhadap Tuhan Yesus, dan kata-kata itu selalu jadi kekuatannya, selalu ia wartakan untuk meneguhkan umatnya.


Jangan takut untuk menjadi saksi-saksi kebenaran, bahkan ketika harus berhadapan dengan sikap antipati atau memusuhi, jangan takut!

Konsistensi




Giuseppe Cardinal Siri (alm) adalah seorang kardinal uskup agung yang amat konsisten dengan prinsip-prinsipnya. Gelombang modernisme pasca Konsili vatikan II tidak membuatnya goyah untuk mempertahankan kebenaran-kebenaran, apalagi yang amat mendasar berhubungan dengan liturgi Gereja dan kedudukannya sebagai kardinal. Ia adalah salah satu contoh terbaik yang konsisten menjalankan liturgi Tridentinum, bukan karena menentang hasil-hasil konsili, tetapi karena ia percaya akan keluhuran liturgi tsb.

Penentang "Motu Proprio"?


Dalam suatu artikel luar negeri, Julius Kardinal Darmaatmadja, SJ, Uskup Agung jakarta telah "dicap" sebagai salah satu penentang terbitnya "Motu Proprio" dari Paus Benedictus XVI. Posisi beliau dan KWI memang tidak terlalu jelas, mungkin bukan menentang tetapi ragu-ragu atau bingung mengambil sikap, atau memang mengambil langkah-langkah amat berhati-hati. kita doakan saja, semoga kardinal Indonesia ini beserta jajaran uskup se Indonesia segera menerapkan secara nyata keputusan Paus Benedicyus XVI, yang akan positif sekali akibatnya, menjauhkan Gereja katolik Indonesia dari heretisme.

Ekaristi Suci


Paus Benedictus XVI dengan "MOTU Proprio" nya ingin mengendalikan Gereja kudus ke jalur yang benar, khususnya ketika seluruh Gereja bersatu mempersembahkan perayaan Ekaristi, yang adalah puncak hidup beriman kita.

Ekaristi yang dalam banyak misa eksperimental yang dipaksakan dengan istilah inkulturasi dll telah dilecehkan, hendak dipulihkan kembali harkat dan martabatnya.

Dan paus-paus yang pernah ke USA











Berikut beberapa gambar dari paus-paus yang pernah mengunjungi USA, dan yang pernah dikunjungi presiden USA di Vatikan.




Paus Yoannes XXIII pernah dikunjungi Dwight Eisenhower dan juga John F. Kennedy.




Paus Paulus VI pernah dikunjungi John F. Kennedy, Lyndon Johnson, dan pernah kunjungi Amerika Seerikat.




Paus Yoannes Paulus II beberapa kali mengunjungi Amerika Serikat, di masa Jimmy Carter, Ronald Reagan, George Bush Sr, Bill Clinton, dan George Bush Jr.




Tahun ini, Benedictus XVI mengunjungi umatnya (80 jt umatKatolik di USA) dalam masa kepemimpinan George Bush Jr.




Paus Benedictus XVI di USA
















Beberapa gambar ini menunjukkan situasi kunjungan paus ke USA, plus beberapa kunjungan dari paus-paus sebelumnya ke negara paling sekular dan liberal, dan nampaknya rakyat Amerika Serikat selalu "gempar", " heboh" dan "super antusias" kalau paus berkunjung. Bahkan Presiden George Bush kali ini menyambut sendiri tamu agungnya langsung di airport, dan adakan upacara kenegaraan di Gedung Putih.










Kunjungannya akan membangunkan Gereja Katolik di Amerika Serikat yang digoncang arus liberalisasi termasuk kehidupan imam-imamnya. Ia tidak ragu-ragu menegur, bahkan mengutuk imam-imam yang dalam beberapa skandal melakukan pelecehan bahkan penganiayaan seksual terhadap umatnya.

Inilah hasil pekerjaan Mgr Guido Marini


Mgr Gudi Marini, bekerja keras sekali untuk memulihkan kembali kesakralan liturgi, dan kita dapat nikmati kekhidmatan serta keagungannya.

Papa Benedetto XVI


Minggu, 13 April 2008

Keindahan Olah Raga




Istirahat sejenak dari dunia spiritual, sekarang komentar-komentar tentang dunia olah-raga yang saya minati. Salah satunya yang terlambat saya pelajari, tetapi saya selalu kagum pada keindahannya adalah LOMPAT INDAH (Diving), terutama yang dilakukan oleh para atlet olimpiade berikut. Di dalam olah-raga ini, ada keberanian, ada kelenturan, ada unsur senam dan ballet, ada keindahan luar biasa, ada presisi, pastinya ada kejeniusan, bukan hanya kebisaan berenang.

Enam lilin misa Tridentine


Di altar utama Basilica St. Petrus, Paus Pius XII mempersembahkan misa. Lihatlah pakaian-pakaian liturgi, dan kelengkapan altar, termasuk enam lilin besar di altar, sebuah standar baku yang digunakan dalam misa tridentine.

Paus untuk semua orang


Paus Yoannes Paulus II memang luar biasa, ia membuat agama Katolik dikenal dunia, ia mampu membangkitkan semangat pertobatan di berbagai pelosok dunia. Ia merangkul semua agama, sehingga agama-agama yang tak mengakui kepemimpinan spiritual Katolik pun dapat menerimanya sebagai "ayah" yang baik yang merangkul anak-anaknya.


"Santo Subito!" Jadikan ia santo sekarang juga! Demikian diteriakkan begitu banyak jemaat yang menghadiri misa requiem agung pemakamannya. Kita beruntung, di zaman kita hidup, kita dapat merasakan dan mengalami kehadiran Tuhan mahabaik dalam diri Yoannes Paulus II.

Idola Iman


Bapa suci Yoannes Paulus II (alm) yang kini sedang dalam proses menuju beatifikasi dan kanonisasi adalah idola iman saya. Ucapannya yang terus-menerus saya ingat adalah "Be Not Affraid!", yang juga jadi keyakinan beliau dalam menghadapi segala sesuatu, terutama saat-saat penuh kesulitan.


Marilah berdoa kepada Tuhan dengan pengantaraan doa-doa Bapa Suci Yoannes Paulus II.

Aloysius Gonzaga


Mendalamlah kenangan akan suatu lembaga pendidikan tempat saya pernah mendedikasikan diri selama lebih dari 15 tahun. Mendalam pula spiritualitas hidup pelindung sekolah itu, St. ALOYSIUS Gonzaga, teladan kemurnian bagi kaum muda, yang seharusnya menjadi semangat berjuang bagi mereka yang bersekolah di sana. Berikut renungan His Eminence Antonio Cardinal Bacci, mengenai orang suci ini.


1. St. Aloysius Gonzaga is one of the outstanding models of holy purity for young and old alike. We are told that when he was nine years of age and was in the city of Florence, he went to the Church of the Annunziata to pray before the picture of our Blessed Lady. It was then that he experienced the ardent desire to consecrate himself to God. He was the eldest son of Prince Ferdinand Gonzaga and, therefore, heir to his father's title. But from this moment he was determined to spend his life in the service of God. He made a vow of perpetual chastity and placed himself under the protection of the Blessed Virgin. Now his life became a continual ascent towards perfection. His chastity, which he had offered to Our Lady, remained spotless until his death. The spirit of evil could make no headway against his angelic virtue. This was a grace which he merited as a result of his prayers and penances. He often spent three or four hours kneeling in prayer and contemplation. Even at night he rose from his bed in order to pray. His mind and heart were in Heaven rather than upon earth. His prayer was an intimate conversation with Jesus, Mary, and the Saints. Innocent though he was, he practised severe mortifications. Believing himself to be a great sinner, he scourged his body until his blood flowed freely, and deprived himself of food and sleep.Do we wish to preserve our purity and to become saints: If so, let us remember that without prayer and mortification this is impossible. Jesus said to His disciples that they must always pray and not lose heart. (Luke 18:1) Pray, He said again, that yon may not enter into temptation, (Luke 22:40) and further: Unless yon repent, you will all perish . (Luke 13:5)2. One might say that the entire life of St. Aloysius Gonzaga was a miracle of purity and of heroic penance. The source of his sanctity was the ardent love of God which he cherished from his childhood days. He loved God above all things and with all his strength. Therefore, long hours of prayer were a joy to him; the service of God in the Society of Jesus was his main desire; and mortification was a loving offering which he made in expiation of the sins of men. The heart of St. Aloysius, however, was not closed to men because of its supreme love for God. His love for God overflowed into a vast love for his fellowmen. He finally fell a victim to his own heroic charity. When he was only twenty-four years of age he devoted himself so earnestly to the care of those who had been stricken down by a plague that he caught the infection and died a peaceful death. In his final moments he smiled and announced that he was happy to be leaving this world.Do we desire to merit as peaceful and holy a death as this a Let us imitate St. Aloysius by living lives of purity henceforth, even if we have not always been as faithful as.he was in this regard. Let us imitate also his love for God and for his neighbour, his spirit of penance, and his fervour in prayer.3. St. Aloysius, obtain for me from God, through the intercession of the Blessed Virgin, purity of life, the spirit of penance and of prayer, and a great love for God and for my neighbour.
Posted by A.B. at 6:56 PM 0 comments Links to this post
Wednesday, June 20, 2007

Paus Paulus VI sedang memberikan homili


Nampak dalam gambar berikut, Paus Paulus VI di tahtanya. Dalam misa kepausan seperti ini, seorang paus akan didampingi oleh 2 orang kardinal diakon.
Sementara itu, seorang berkedudukan uskup atau uskup agung atau paus, dalam sebuah perayaan liturgi/ misa agung/ misa pontifikal ditahtakan, dalam kedudukannya sebagai wakil Kristus, guru agung dan imam agung. Dalam misa kepausan seperti ini, paus sebagai selebran utama didampingi oleh 2 orang kardinal diakon di kiri dan kanannya.


Kita menyaksikan seorang Uskup dalam Tridentine Liturgy, nampak agung dengan Mitra yang indah di kepalanya, lambang kedudukannya sebagai imam agung.

Telapak tangannya dibungkus dengan sarung tangan khusus yang bernama cirhothecas, hanya digunakan oleh seorang dengan martabat uskup atau kardinal.

Sabtu, 12 April 2008

Beginilah Misa TRIDENTINE




Mengenang Tokoh Besar Lembaga Pendidikan St. Aloysius - Bandung

Ada kenangan khusus tentang tokoh ini, sudah dibuat, tapi baiknya sih dimuat setelah terbitnya buku DEWA, karena yang saya buat ini "versi asli" nya yang kemungkinan bisa bikin merinding, gitu lhoh.

Memandang Keindahan Liturgi







Misa atau Ibadat dalam Gereja Katolik, tak dapat disangkal adalah rangkaian upacara keagamaan yang keagungan, kekhidmatan, kemegahan, dan kemeriahannya tak dapat ditandingi oleh ritual-ritual dari agama-agama lain. Umat dibawa ke TRANSENDENSI Ilahi, sedemikian rupa, sehingga kehadiran Allah sendiri demikian terasa.






Namun liturgi setelah Konsili Vatikan II dipenuhi praktek-praktek yang walau dibolehkan, namun merusak secara mendasar liturgi yang dulunya demikian indah. marilah kita lihat beberapa sisi yang begitu menakjubkan dari Tridentine Liturgy.

Benedictus XVI




Bapa Suci Benedictus XVI menandai "motu Proprio" nya dengan serangkaian tindakan drastis:


Menggantikan Mgr Piero Marini, master of ceremony kepausan yang lama dengan MGR GUIDO MARINI sebagai master of ceremony kepausan yang baru. Tokoh yang lama adalah tokoh liberal dalam liturgi yang mendorong memburuknya praktek-praktek liturgi dalam Gereja.




Untunglah kini bertugas Mgr. Guido Marini yang nampaknya siap dengan segala kekuatan untuk me RESTORASI (baca: memperbaiki) kerusakan-kerusakan parah dalam praktek-praktek liturgi Gerejawi.




Tindakan simbolik dari Paus Benedictus XVI adalah dengan mengenakan kembali PAPAL Vestments yang berasal dari tradisi lama, lihatlah Mitra yang dikenakan paus, juga tahta dan cappa yang dikenakannya.